Tidak lengkap mengingati malam Nuzul Quran jika tidak menyebut nama Khadijah ra, watak penting juga isteri tersayang Rasulullah saw.
Ketika Rasulullah saw mengigil ketakutan, Khadijah ra tenang lagi menenangkan suaminya !! “Aku takut akan diriku (akan ditimpa musibah dek jembalang tersebut)”, sabda Rasulullah saw, ketika menceritakan pertemuannya dengan makhluk yang tidak pernah dilihatnya sebelum ini.
“Kalla !!! Ma yukhzikallahu abada !!!” (Sekali-kali tidak !!! Allah tidak akan membuat sesuatu yang buruk kepada kamu !!! Sesungguhnya engkau menghubungkan Silaturrahim, menyumbang kepada orang yang tidak mempunyai harta, memikul bebanan (orang yang memerlukan bantuan) … “, tegas Khadijah ra dengan penuh kasih sayang yang yakin akan latarbelakang suaminya yang bersih, tidak mungkin Allah swt akan mendatangkan suatu yang buruk kepada insan yang sebegitu bersih dikenalinya. Rasulullah saw beriman dalam keadaan menggigil dan ketakutan yaitu ketika bertemu dengan Jibril. Khadijah ra pula beriman dalam keadaan kasih dan yakin yaitu ketika bertemu dan mendengar apa yang diceritakan oleh suaminya, Rasulullah saw. Khadijah bukan sahaja beriman tetapi menTasdiqkan imannya. Tasdik lebih tinggi dari Iman. Tasdiq ialah membenarkan kepercayaan (Iman) dengan amal perbuatan dan pengorbanan. Khadijah ra membenarkan Imannya dengan memberi dorongan kepada Rasulullah saw dalam berdakwah, menghulurkan harta kekayaannya demi kemajuan dan memberi lonjakan kepada Dakwah Islam lebih-lebih lagi di Tahun-tahun Pemboikotan yang zalim. Oleh itu Jibril telah memaklumkan kepada Rasulullah saw bahawa satu rumah di Syurga telah dibina untuk Khadijah ra. Nabi saw pula bersabda bermaksud, ‘Demi Allah !! Allah belum pernah menggantikan untuk aku isteri yang lebih baik dari Khadijah. Dia beriman kepada aku ketika manusia lain mengkufuri aku. Dia membenarkan aku ketika manusia lain membohongi aku dan tidak mempercayai risalah yang aku bawa. Dia memberi aku akan harta-hartanya ketika manusia lain mengenakan pemboikotan kepada aku
لَوْ أَنْزَلْنا هذَا الْقُرْآنَ عَلى جَبَلٍ لَرَأَيْتَهُ خاشِعاً مُتَصَدِّعاً مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ وَ تِلْكَ الْأَمْثالُ نَضْرِبُها لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
Kalau sekiranya Kami turunkan al-Quran ini ke atas sebuah gunung, niscaya akan engkau lihatlah gunung itu tunduk terpecah-belah disebabkan takut kepada Allah; dan perumpama an-perumpamaan itu Kami perbuat untuk manusia supaya mereka berfikir. Surah Al Hasyar - 21
Ayat selanjutnya ialah menerangkan betapa besarnya pengaruh al-Quran, sampai diperbuat perumpamaan;
لَوْ أَنْزَلْنا هذَا الْقُرْآنَ عَلى جَبَلٍ لَرَأَيْتَهُ خاشِعاً مُتَصَدِّعاً مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ
Kalau sekiranya Kami turunkan al-Quran ini ke atas sebuah gunung, niscaya akan engkau lihatlah gunung itu tunduk terpecah-belah disebabkan takut kepada Allah." (pangkal ayat 21).
Di ujung ayat kelak akan dijelaskan bahwa ini adalah perumpamaan. Oleh sebab itu janganlah dicuba membawa Mushhaf al-Quran ke atas sebuah gunung dan diletakkan di sana. Pada adatnya tidaklah gunung itu akan pecah berderai, hancur berantakan karena berat menerima al-Quran itu. Maksud kandungan ayat telah dijelaskan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya; "Hendaklah khusyu` tunduk hati itu menerima al-Quran dan laksana pecah ketika mendengarrya. Sebab di sanalah terdapat janji-janji Allah yang benar dan ancaman bagi siapa yang durhaka yang tegas.
Artinya; "Kalau kiranya gunung yang begitu besar dan kasar mempunyai fikiran sebagai manusia niscaya ia akan khusyu' tunduk merendahkan diri karena takutnya kepada Allah. Maka adakah patut bagimu, hai Insan, tidak akan lintuh lunak hatimu karena takut kepada Allah.
Padahal kamu telah dapat memahamkan apa isinya, mengerti apa yang diperintahkan. Sebab itu sudah sayogianya kamu tunduk, karena kamu diberi Allah akal buat berfikir." Begitulah maksud tafsiran dari Ibnu Katsir.
Kita perbandingkan perumpamaan ini dengan perumpamaan yang serupa dalam Surat al-Baqarah (Surat 2 ayat 74) tentang keras membatunya hati orang Yahudi, bahkan lebih keras dari batu. Sebab dari dalam batu bisa juga me mancar sungai-sungai, dan ada batu yang pecah, lalu keluar air dari dalamnya, dan ada batu yang runtuh dari sebab takutnya kepada Allah. Itu adalah perumpamaan.
Perumpamaan-perumpamaan yang dahsyat dan tepat kadang-kadang dapat merangsang hati manusia yang mempunyai perasaan halus. Itulah sebab nya maka di ujung ayat Tuhan sabdakan;
وَ تِلْكَ الْأَمْثالُ نَضْرِبُها لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
"Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami perbuat untuk manusia supaya mereka berfikir." (ujung ayat 21).
Perumpamaan dalam al-Quran itu kadang-kadang sangat mempengaruhi. Nabi s.a.w. sendiri pernah tertangis tidak dapat menahan air matanya sehingga terlambat dia keluar akan sembahyang Subuh, dan tertunggu-tunggu sahabat -sahabat dan cemas kalau-kalau beliau jatuh sakit. Karena pada malam itu turun ayat 190 dan 191 dari Surat ali Imran (Surat 3) yang menyatakan bahwa pada kejadian langit dan bumi dan pertukaran siang dan malam, adalah menjadi tanda bagi orang yang berfikiran halus.
Saiyidina Umar bin Khathab yang halus perasaannya dan keras pendirian nya berubah dari seorang yang tadinya bertekad hendak membunuh Nabi, menjadi seorang yang beriman dan bersedia membela Nabi dengan nyawanya, karena membaca ayat-ayat pertama dari Surat 20 (Thaha).
Seketika turun Surat 52 (ath-Thuur), dari ayat pertama "Wath-Thuur" (demi bukit) sampai kepada ayat 7 "Inna `azaba rabbika la waaqi'" dan-ayat 8 "Maa Iahuu min daafi" (Tidak ada seorang pun yang dapat menolak).
Mendengar ayat-ayat ini seketika mulai turun dan dibacakan oleh Rasulullah s.a.w. gemetarlah tubuh Umar bin Khathab, lenyai letih seluruh persendiannya dan nyaris dia jatuh kalau tidak bersandar ke dinding. Setelah itu dia segera pulang ke rumahnya dan sampai di rumah dia jatuh sakit, sehingga hampir sebulan dia tidak keluar, sampai banyak orang yang datang melawatnya sakit itu.
Itulah yang dibayangkan Tuhan pula dalam Surat 8 (an-Anfal) ayat 3, bahwa orang yang beriman itu apabila disebut orang nama Allah, gemetarlah atau lintuhlah hatinya yang keras itu dan apabila telah dibacakan orang ke padanya ayat-ayat Allah bertambah-tambahlah imannya.
Demikianlah yang terjadi pada diri Fudhail bin `Ayyadh ahli Shufi dan Zuhud yang terkenal itu, yang sampai disegani ketinggian peribadinya dalam Iman. Hatta oleh Khalifah Harun al-Rasyid sendiri. Dikenal orang sejarah hidup beliau, bahwa pada mulanya beliau itu adalah seorang anak muda yang sangat nakal, tidak mengenal jalan kepada Allah, "Lupa akan Allah, sehingga Allah pun melupakannya pula akan dirinya." Pada suatu malam "menjalarlah" dia memanjat dinding rumah seorang perempuan yang terdengar suara merdunya di tingkat tinggi sebuah rumah. Dipanjatnya dinding itu, didengarnya suaranya dan diintipnya rupanya. Rupanya memang cantik! Tetapi sedang dia tertegun melihat rupa, dia tafakkur mendengar suara. Bukan bernyanyi, melainkan membaca al-Quran dengan suara merdu.
Begitu hebat penangan beban Al-Quran buat umat manusia dari segi rohani dan fisikal mereka tidak kira muslim atau pun tidak. Al-Quran lengkap segala bukti bagi membeza akan hak dan yang batil. Inilah contoh keyakinan orang-orang yang beriman. Bahkan itu adalah kesimpulan orang-orang yang berpengalaman melihat dan mengamati kesudahan mereka yang engkar dan membelakangi undang-undang Al-Quran samada dikalangan orang-orang kafir atau mereka yang mengaku Islam. “Berjalanlah kamu dimuka bumi dan lihatlah kesudahan orang-orang yang mendustakan (Al-Quran) …” (Al-Quran).
Disunting dan diedit dari pelbagai artikel..
No comments:
Post a Comment